Mewujudkanmu (2)


Ternyata, mewujudkanmu tidak semudah apa yang aku sangka selama ini. Tidak semudah apa yang aku pikirkan. Bahkan dengan usahaku yang demikian, sampai saat ini kamu belum bisa aku wujudkan. Harus jatuh berdebam, harus tertolak, harus kembali menata hati yang berantakan, perasaan yang tak terdefinisi, harus memahami ulang definisi tentang kamu. Bahwa kamu ternyata tidak bermakna “kamu” sebagaimana aku pahami selama ini. Ada banyak kemungkinan tentang siapa kamu bagi Tuhan, sesuatu yang dirahasiakan dan tidak pernah aku mendapat bocoran.

Mewujudkanmu ternyata benar-benar menguras perasaan. Perjalanan ke sana membuatku harus patah berkali-kali, harus membangun kembali apa sesuatu yang baru, harus mengenali kembali definisi-definisi baru dalam hidup ini; kamu, menunggu, yang terbaik, dan banyak kata-kata lain yang seolah-olah berubah makna setiap kali aku menemui peristiwa.

Mewujudkanmu kali ini menjadi lebih pasrah, lebih berserah, bahwa aku sungguh benar-benar mengakui bahwa aku tidak benar-benar tahu yang terbaik untuk diriku sendiri. Aku hanya bisa mengusahakan yang terbaik, tapi tidak tahu tentang yang terbaik.

Mewujudkanmu kali ini lebih berserah, berserah tentang definisi kamu yang kini aku tidak tahu. Tentang kamu yang tidak pernah aku sangka, kamu yang tidak pernah aku kira, kukira demikian yang akan terjadi.

Hari ini, aku akan menenggelamkan diri dalam tujuanku. Karena, aku masih percaya bahwa tujuan yang sama akan mempertemukan orang-orang dalam perjalanan. Tentu bila yang dimaksud dengan kamu sedang menuju tujuan yang sama, kita akan bertemu. Itu keniscayaan.


kurniawangunadi

Jodoh Akan Bertemu


Pertemuan kita adalah rencana Tuhan yang tak ku pahami.

Aku takut menatap matamu, karena dimata itu ada dunia yang sangat takut aku selami. Aku takut akan cinta, takut dengan segala ketidak pastian yang dihasilkan cinta.

Kita sempat bersama.
Lalu kuputuskan untuk mengakhiri semua dengan sementara. Aku coba untuk berbagi hati pada banyak orang yang bilang cinta mati. Namun, Tuhan menciptakan hati dan pikiran yang hanya tertuju padamu.

Ini keputusanku.
Jodoh akan bertemu setelah aku lelah mencari dan berlari. Kupercaya kaulah adalah sosok yang Tuhan ciptakan untukku.

Jika memang cinta tak harus memiliki, biarkan aku bahagia dan merindukanmu dari sini. Satu hal yang selalu menjadi keyakinanku, jika Tuhan ingin kau jadi pendampingku, maka kita akan kembali menyatu.


Dwitasari

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Biarkan aku luruh ke bumi seperti sehelai daun. Daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.


Lantas apakah cinta sejati itu?


Cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan lepas, dilepas dengan rasa suka cinta.


Lepaskanlah. Maka besok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara yang mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu.


Kisah-kisah cinta di dalam buku itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi ini.


(Tere Liye, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dan Rindu)